Syarat Bisnis Sampingan Bagi Karyawan

Yang namanya ‘sampingan’ selalu tidak pernah sungguh-sungguh. Mestinya kalau memang mau berusaha ya harus serius dan diutamakan. Bukan dijadikan sampingan.

Bukan karena gaji Oom Ale sebagai karyawan tidak cukup untuk menghidupi keluarga. Bukan pula karena Oom Ale sedang mempersiapkan masa pensiun. Oom Ale tidak punya alasan khusus kenapa Oom Ale membuka bisnis sampingan. Oom Ale hanya ingin punya usaha sendiri.

Menurut Oom Ale, syarat utama bisnis sampingan adalah berusaha di bidang yang disukai. Jika kita suka, maka rasa malas dan capek akan tergantikan dengan rasa suka cita. Syarat selanjutnya, bisnis harus didukung oleh keluarga. Iya dong! Siapa lagi yang akan mendukung kalau bukan istri dan anak-anak. Urusan modal dan tetek bengek bisa belakangan. Semampunya dulu.

Berbekal dua syarat tadi Oom Ale mulai membuka usaha sampingan. Oom Ale awali dari berjualan buku. Kenapa buku? Simple, pertama Oom Ale suka baca. Ke dua, Tante Nik setuju. Selain itu, bisnis buku mestinya tidak rumit. Profitnya pun lumayan. Kebetulan Oom Ale kenal salah satu distributor penerbit buku-buku agama terkemuka dari Bandung. Untuk memperkecil resiko sekaligus bagi-bagi rejeki, Oom Ale bekerja sama dengan teman karib: Oom Yani.

Jreeng! Bisnis buku dimulai. Oom Ale senang, karena selain dapat untung, Oom Ale bisa numpang baca-baca. Lumayan. Tapi, tidak lama kemudian bisnis ini seret. Entah kenapa penjualan buku loyo, padahal harga sudah didiskon cukup besar. Akhirnya, bisnis buku dilikuidasi. Kerugian dibagi dua dengan Oom Yani. Sebenarnya tidak terlalu rugi, karena Oom Ale jadi punya tambahan koleksi buku sisa stok yang tak terjual.

Tidak patah semangat, kali ini Oom Ale buka bisnis jasa konsultasi. Sesuai kemampuan, Oom Ale menyediakan jasa menghitung pajak atau membuatkan sistem pembukuan. Kali ini Oom Ale ajak dua rekan untuk memperkuat permodalan, dan dua rekan lain untuk cari klien. Belum lama berjalan, hambatan datang. Akhirnya bubar. Gedubrak..!! Gerobak bisnis terguling.

Masih ada usaha lain yang coba Oom Ale jalankan. Tapi, ujung-ujungnya sama. Likuidasi..! Apa yang salah ya?

***

“Semua persyaratan tadi salah semua,” kata Abah Yoss dengan santainya.

Lo kok salah? Ke dua syarat yang Oom Ale canangkan sangat sederhana dan tidak neko-neko. Juga sudah sesuai dengan saran para konsultan wirausaha. Bagaimana sih Abah Yoss ini?

“Syarat tadi tidak berlaku buat kamu,” jawab Abah Yoss seolah tahu kegusaran hati Oom Ale.

“Kok tidak berlaku buat saya?”

“Syarat itu berlaku buat seorang wirausaha. Kamu bukan wirausahawan, tetapi seorang pegawai. Kamu mestinya sadar nasib sebagai seorang pegawai yang bekerja untuk atasan.”

“Maaf Bah, saya masih belum mengerti.”

“Begini lho, sekarang ini kamu adalah seorang pegawai maka jadilah pegawai yang baik.”

“Tapi, saya ingin punya usaha.”

“Kalau ingin punya usaha, maka jadilah pengusaha, jangan jadi pegawai.”

“Maksud saya, usaha sampingan saja. Saya tidak mau meninggalkan pekerjaan.”

“Yang namanya ‘sampingan’ selalu tidak pernah sungguh-sungguh. Mestinya kalau memang mau berusaha, kamu harus serius. Usaha harus diutamakan. Bukan dijadikan sampingan”

“Tapi… meski saya bekerja sebagai pegawai bukan berarti saya tidak boleh berwirausaha kan?”

“Kalau begitu, yang seharusnya berbisnis bukan kamu, tapi keluargamu. Misal: istri. Istrimu tidak bekerja jadi pegawai kan?”

“Jadi, bagaimana ini Bah.”

“Ya gampang to. Dua syarat yang tadi kamu bilang itu berlaku buat istrimu. Oleh karena itu, usaha yang dirintis haruslah di bidang yang disukai istrimu. Kemudian, kamu harus mendukung usaha istri, bukannya kamu yang minta didukung.”

“Oo, gitu ya Bah? Kira-kira usaha yang cocok buat istri saya apa ya Bah?”

“Yo, mana saya tahu?! Yang punya istri kan kamu.”

Hmm, boleh jadi Abah Yoss benar juga. Oom Ale harus sadar akan peran yang dimainkan. Sekarang ini nasib Oom Ale adalah sebagai pegawai di sebuah pabrik. Itu berarti Oom Ale harus bekerja sebaik-baiknya buat sang majikan. Kalau Oom Ale ngotot ingin buka usaha, maka konsentrasi Oom Ale pasti terbelah dan tidak akan benar-benar total dalam menjalankan usaha. Kalau sebuah bisnis dianggap sebagai sampingan, maka selamanya dia akan selalu jadi sampingan. Tidak bakal jadi yang utama. Padahal bisnis menuntut kesungguhan, keseriusan dan totalitas.

Ok.. Oom Ale putuskan, bisnis harus dijalankan oleh istri Oom Ale; yaitu Tante Nik. Syarat pertama: bisnis tersebut haruslah disukai oleh Tante Nik. Syarat kedua: Oom Ale harus memberi dukungan penuh pada bisnisnya Tante Nik. Oom Ale rela tidak jadi pebisnis. Oom Ale ikhlas tidak jadi enterpreneur. Biarlah Tante Nik yang jadi pengusaha. Sedangkan Oom Ale jadi kuli di pabrik saja.

***

Beberapa tahun kemudian Oom Ale coba lihat apa yang terjadi. Jika sebelumnya Tante Nik hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Sekarang, Tante Nik menjalankan usaha warung pangsit mie bersama karibnya, Tante May. Selain itu, di rumah Tante Nik berjualan frozen food. Ada beberapa rombong sepeda yang dibuat dan dijalankan oleh orang-orang sekitar untuk menjajakan frozen food. Untungnya lumayan untuk bantu-bantu bayar listrik, telpon dan jajan.

Nah… Kalau anda adalah seorang karyawan yang ingin punya usaha sampingan, syaratnya gampang: jadikan usaha tersebut sebagai kesenangan keluarga dan dukunglah sepenuhnya. Akur?

16 Feb 2009