Benarkah selama ini Oom Ale sudah berubah menjadi lebih baik setelah sekian banyak membaca buku-buku motivasi? Atau, Oom Ale hanya kecanduan membacanya saja.
Waktu itu Oom Ale dalam perjalanan dengan pesawat terbang dari Jakarta ke Surabaya. Di sebelah kanan depan duduk seorang wanita. Umurnya, mungkin sekitar 55 tahun. Sepanjang perjalanan beliau asyik membaca buku. Kalau tidak salah judulnya adalah “The Rules of Life”. Isinya berbahasa Inggris. Oom Ale sempat lirik, sepertinya tentang motivasi atau semacam itu.
Pasti buku itu sangat menarik. Si wanita membacanya penuh takjim. Dia tak banyak memedulikan sekeliling. Pandangannya tertuju ke buku. Sesekali merenung, lantas melanjutkan bacaannya lagi. Oom Ale intip dari jauh, bab 18 berjudul “Don’t Be Afraid To Dream”. Lalu ada bab berjudul “Dress Like Today Is Important”. Oom Ale tidak begitu mengerti apa maksudnya. Ada bab yang cukup hebat judulnya: “Have A Belief System”. Selanjutnya Oom Ale tidak terlalu mengikuti.
Omong-omong tentang buku motivasi. Oom Ale memang tidak punya buku yang berjudul “The Rules Of Life”, tetapi Oom Ale punya buku yang mungkin serupa. Judulnya, “If Life Is A Game, These Are The Rules”, karangannya Cherry Carter-Scott. Isinya tentang aturan-aturan dalam menjalani hidup ini. Cukup inspiratif dan bisa membangkitkan motivasi. Selain itu, Oom Ale masih punya setumpuk buku-buku inspiratif lain. Semacam: seri Chicken Soup For Soul, buku-bukunya Deepak Chopra, Stephen R Covey, Anthony Robbins, John C. Maxwell, dan lain-lain.
Oom Ale juga koleksi berbagai buku spiritual yang cocok sebagai bahan motivasi. Mulai dari yang populer, seperti komik-komik Buddha, Zen dan cerita Tiongkok, atau cerita-cerita lucu ala Anthony De Mello, kisah-kisah Nasruddin Hoja dan sufi-sufi, sampai yang serius seperti Jiddu Krishnamurti.
“Kenapa Oom Ale suka baca buku-buku seperti itu?”
Buat Oom Ale, buku-buku inspiratif semacam itu sangat menarik. Di sana ada banyak cerita dan kisah yang bisa membangkitkan semangat, mendorong kita untuk tetap melakukan yang terbaik dalam hidup ini, tidak gampang mengeluh, serta bisa lebih mudah menerima kenyataan. Kita menjadi orang yang baik dan selalu optimis. Bukankah perusahaan butuh orang-orang semacam itu.
“Sungguhkah?”
Ya, jelas dong…! Perusahaan lebih menyukai orang optimis, ketimbang para pesimis yang banyak mengeluh dan susah diatur.
“Apakah dengan membaca buku-buku itu, kita benar-benar bisa berubah?”
Naaaahh… itu dia! Ini pertanyaan yang bagus. Dulu Oom Ale suka mengkoleksi buku-buku motivasi dan membacanya dengan penuh rasa terpukau. Sampai suatu ketika Oom Ale mengobrol dengan Mbah Ud.
***
“Ini buku bagus, Mbah. Judulnya saja keren: tujuh hukum spiritual untuk menggapai kesuksesan hidup. Yang ini, Seven Habits, mengajarkan supaya kita selalu proaktif. Yang ini, tentang bagaimana mengasah kecerdasan emosi dan hidup penuh keikhlasan,” begitu kata Oom Ale ke Mbah Ud.
“Wah, seperti buku agama ya?” sahut Mbah Ud dengan wajah antusias
“Memang bukan buku agama, tetapi boleh dibilang ini buku kebajikan, yang bila diterapkan kita akan mendapatkan hikmah yang besar.”
“Ooo begitu ya? Koleksinya banyak ya Oom?”
Oom Ale menjawab dengan penuh bangga, “Banyak sekali, Mbah. Saya sendiri menargetkan setiap hari membaca satu artikel. Dalam sebulan, habis dua tiga buku.”
“Lho, kalau isinya tentang kebajikan, kenapa sampai harus perlu membaca sekian banyak buku?”
“Maksud Mbah?”
“Begini lo Oom Ale, kalau sebuah buku benar-benar bagus dan bisa menginspirasi pembacanya untuk berubah menjadi lebih baik dalam hidup ini, maka sebenarnya sudah cukup satu buku saja yang dibaca.”
“Maaf Mbah, saya kok tidak mengerti maksud Mbah Ud ya?”
“Kalau Oom Ale suka membaca buku-buku kebajikan sebanyak-banyaknya, jangan-jangan Oom Ale tidak benar-benar ingin berubah. Cuma sekedar senang membaca saja. Senang berpindah dari satu buku ke buku lain. Senang karena menemukan kepuasan dari membaca. Oom Ale hanya ingin membaca lebih banyak lagi dan lagi. Itu namanya kecanduan buku motifvasi.”
“Maksudnya, saya cuma sekedar mencari sensasi?”
“Kalau Oom Ale benar-benar mencari hakikat dari ajaran di buku-buku itu, maka pada saat Oom Ale menemukannya, Oom Ale akan berubah, dan tidak butuh buku-buku motivasi lain. Sederhananya, kalau Oom Ale sudah berubah, maka Oom Ale tidak akan mencari sumber motivasi lain.”
“Benar juga sih Mbah. Membaca buku-buku motivasi memberikan kenikmatan. Cerita lucu dan kalimat indah membuat Oom tersenyum dan berimajinasi betapa indahnya dunia kalau kita bisa mengikuti ajaran dalam buku-buku itu.”
“Padahal yang sesungguhnya dibutuhkan adalah perubahan. Bukan kenikmatan dari membaca. Di saat Oom Ale ingin membaca lebih banyak lagi, di saat itulah terjadi kecanduan. Bukan perubahan. Silakan baca lebih banyak buku motivasi dan nikmati semua sensasinya, tetapi jangan terkejut jika tidak akan ada perubahan yang penting dalam diri Oom Ale.”
***
Ucapan Mbah Ud menohok dan provokatif. Oom Ale bertanya-tanya sendiri, benarkah selama ini Oom Ale sudah berubah menjadi lebih baik setelah sekian banyak membaca buku-buku motivasi? Di rumah Oom Ale ada sekitar empat rak penuh berisi buku-buku tentang motivasi, inspirasi dan spiritual. Pertanyaannya, apakah Oom Ale sudah benar-benar berubah? Kalau belum, maka deretan buku-buku itu akan semakin panjang.
9 Feb 2009