Siap Menanggung Dosa

Tampaknya, begitu kita memutuskan untuk bekerja di negara ini, kita perlu berani melakukan dosa. Mulai dari dosa kecil: berbohong, sampai yang besar, menyogok.

Siang itu Oom Gatut, teman Oom Ale yang kerja di pabrik kecap, mengirim email. “Oom, kemana saja. Emailku kok belum dibalas?”

Bagaimana mau membalas? Mulai pagi Oom Ale gelisah menunggu kedatangan tamu-tamu VIP dari sebuah instansi pemerintah. Oom Ale tidak perlu sebutkan nama instansinya. Itu tidak penting. Juga tidak etis. Rencananya mereka akan melakukan sidak, alias inspeksi mendadak.

Rombongan tamu datang sekitar jam setengah sebelas siang. Oom Ale menyambut dengan ramah dan tamah plus senyum lebar. Mbak Ulfa, si office girl yang manis, sudah menyiapkan hidangan teh, kopi lengkap dengan kue-kue kecil di ruang pertemuan yang dirancang khusus. Maksudnya dirancang khusus adalah beberapa papan indikator performa pabrik diturunkan dan diganti dengan piagam-piagam sertifikat, foto dan kalender. Tidak enak rasanya kalau rahasia dapur pabrik diintip orang luar.

Setelah melalui ritual basa-basi, seperti tukar menukar kartu nama dan memeriksa surat perintah tugas, sampailah pada puncak acara sidak. Para tamu berencana memeriksa bagian gudang dan produksi. Itu tidak masalah. Tapi mengingat Pak Bos berpesan agar mengarahkan tamu untuk memeriksa bagian-bagian tertentu saja, maka Oom Ale berusaha mengatur agar para tamu bersedia mengalihkan pemeriksaannya ke ruang kantin, poliklinik atau jalan-jalan di taman bahkan kalau perlu cukup di ruang pertemuan saja.

Sembari menunggu jawaban apakah mereka bersedia diarahkan ke tempat-tempat itu Oom Ale tanyakan apakah setelah ini mereka akan berkunjung ke perusahaan lain? Dijawab oleh ketua tim, “Oh tidak, tugas kami hari ini hanya ke perusahaan bapak.”

Oom Ale menyambar kesempatan, “Wah, kalau begitu bapak banyak waktu luang. Kenapa tidak coba keliling daerah sini. Di sini pusatnya kuliner. Ada krupuk udang, bandeng asep, kepiting telor, cumi asin, bla.. bla.. bla..”

Ketua tim tamu menjawab, “Bagus juga! Sebenarnya teman-teman di kantor pusat juga menanyakan. Mereka mau titip dibelikan oleh-oleh khas daerah sini.”

Oom Ale semakin tangkas, “Kalau begitu nanti kita sediakan kendaraan untuk mengantar bapak-ibu ke sana, sekalian melihat obyek wisata dan belanja. Di dekat sini ada sentra kerajinan tas, dompet. Agak jauh sedikit ada sentra industri sepatu dan sandal.”

Anggota tim yang ibu-ibu menimpali, “Wah, menarik juga, pak. Saya sudah lama dengar tapi belum pernah ke sana.”

Oom Ale tambah lincah, “Kalau begitu sebaiknya segera saja. Setelah makan siang langsung kami antar supaya waktunya cukup. Sore hari mereka tutup.”

Ketua tim memberi imbalan setimpal, “Ok, kita periksa bagian poliklinik dan kantin saja supaya cepat selesai. Kalau masih ada dokumen yang kurang, dikirim saja. Bagaimana?”

Tanduk Oom Ale muncul bercabang-cabang, “Beres pak.”

Menjelang jam dua belas siang semua urusan beres. Karena Oom Ale baik hati, Oom Ale siapkan sedikit.. eh.. banyak.. eh.. sedikit.. eh.. relatif.. beberapa lembar uang bensin dalam amplop yang Oom Ale selipkan dalam map besar. Oom Ale sampaikan sambil bisik-bisik ala syaithan. Tepat jam dua belas tim meninggalkan pabrik menuju markas besar pedagang oleh-oleh. Selamat jalan bapak. Selamat jalan ibu. Hati-hati di jalan dan sampai berjumpa lagi.

***

Setelah Oom Ale jelaskan kesibukan hari ini, Oom Gatut mengirim email balasan, “Baik yang disuap maupun yang menyuap melakukan kesalahan.”

Wahduh! Tadi itu Oom Ale menyuap ya..? Untunglah waktu itu belum ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), jadi semua orang masih bisa tersenyum happy.

Oom Gatut tidak berhenti di situ. Petuahnya tambah panas, “Itu dosa. Hanya siksa nerakalah imbalan yang pantas! Camkan itu!”

Oom Ale terhenyak. Dosa! Ampuunn..! Toobaat..!!

***

Tobat? Gommbbaaalll…!!

Meski KPK menangkapi banyak koruptor, meski setiap Jumat para ustadz menceramahi pentingnya menjaga diri dari dosa, meski Oom Ale tobat berkali-kali… berkali-kali itu pulalah Oom Ale menyiapkan “amplop” dan menyelipkannya seolah tanpa sengaja kepada para oknum. Sebaliknya, sang oknum pun menerimanya dengan riang gembira seperti anak-anak dapat balon warna-warni. Apa artinya tobat, jika berkali-kali Oom Ale memberi pelicin demi lancarnya banyak urusan. Bahkan, manajemen pun setuju berat dengan tindakan Oom Ale selama Oom Ale sendiri tidak mengutil uang amplop. Tidakkah takut dosa?

Tampaknya, begitu kita memutuskan untuk bekerja di negara ini, kita perlu berani melakukan dosa. Mulai dari bagian paling kecil, karyawan pabrik, manajer, board of director sampai pemegang saham, kita tanpa ragu sedikit pun berbuat dosa. Minimal berdosa karena meminta sekretaris atau operator telpon berbohong mengatakan kita tidak di tempat. Seolah itu biasa saja. Tanpa ada rasa bersalah. Padahal, “Itu dosa!” tegas Oom Gatut yang menjelma malaikat penjaga neraka.

Dengan menghembuskan nafas panjang, sambil membayangkan Oom Ale jadi dendeng di neraka kelak, Oom Ale balas email Oom Gatut, “Kalau ini dosa, biarlah aku tanggung dengan ikhlas. Sebagaimana ikhlasnya Bhisma mati di tangan Srikandi.”

Oom Ale sadari, sejak lahir kaki Oom Ale selalu menginjak tanah.

2 Feb 2009