Kita Dipersatukan Oleh Merek

Kehidupan sosial kita ternyata bisa disatukan oleh suatu merek produk. Banyak dari kita yang berbeda agama, politik, dan suku bangsa bisa melebur erat berkat satu merek.

Malam minggu saya mengajak anak-anak dan istri berjalan-jalan. Ini agenda rutin. Seperti layaknya keluarga zaman sekarang, kami menghabiskan waktu di mall. Sekedar cuci mata. Window shopping. Sesekali kami masuk toko. Melihat-lihat barang yang ada. Jika ada yang menarik, kami akan tanya dan coba-coba, lihat harganya, lalu kembalikan ke raknya. Bila tak ada keperluan, kami tidak membeli, kecuali ada yang merengek-rengek berat. Biasanya acara jalan-jalan ditutup dengan makan malam murah meriah.

Kali ini istri saya punya usul. Kita tidak ke mall tetapi makan di warung iga penyet kesukaannya. Setelah itu putar-putar keliling kota. Bosan juga setiap minggu ke mall dan tak ada yang dibeli. Anak-anak tak keberatan. Saya pun ikut setuju.

Warung iga penyet yang dimaksud letaknya di ujung jalan perumahan elit di pusat kota. Bila malam minggu tiba di sepanjang jalan perumahan banyak klub motor dan mobil berjajar memamerkan koleksi dan gaya mereka.

Malam itu ada klub motor Kawasaki Ninja. Kebanyakan motornya berwarna hijau. Anggotanya cukup banyak. Tak jauh dari situ, ada klub motor Honda CBR. Menurut saya, penampilan Honda CBR lebih gagah. Pasti lebih mahal. Jumlah mereka tak banyak, tapi jelas lebih mentereng. Di seberang jalan ada klub mobil Toyota Yaris. Bukan sembarang Yaris, tetapi yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga tampil lebih garang. Selain klub mobil Yaris, saya sempat lihat berjajar mobil Honda Jazz, semacam jeep kuno dan motor-motor lain.

Setahu saya setiap merek mobil dan motor berlomba-lomba membentuk klub dan komunitas. Mulai dari merek kebanyakan, seperti Toyota, Suzuki, Yamaha, sampai merek ekslusif, seperti Mini Cooper. Tujuannya, untuk memfasilitasi dan meningkatkan loyalitas konsumen. Sebagian klub lain dibentuk dan dibiayai oleh para pengguna sendiri sebagai ajang tukar-menukar info dan bersosialisasi.

Untuk merek kebanyakan, mereka memamerkan stiker nama klub di kaca mobil atau dashboard motor. Sedangkan untuk merek kelas atas, tak perlu stiker. Logo merek sudah cukup sebagai sebuah pernyataan. Kegiatan klub juga macam-macam, mulai dari cuma nongkrong asyik, touring, sampai bakti sosial. Apa pun itu, yang penting klub bisa eksis.

Ya begitulah situasi masa kini. Kehidupan sosial kita ternyata bisa disatukan oleh satu merek produk. Banyak dari kita yang berbeda agama, politik, dan suku bangsa bisa melebur erat berkat merek. Kita bisa berbeda tajam soal pilihan di pilpres atau pilkada, tetapi bersatu dalam bendera merek yang sama. Akhirnya, sadar atau tidak, kita mengisi sebagian waktu dalam hidup kita untuk kejayaan merek. Merek adalah identitas. Merek adalah eksistensi.

26 April 2016