Berkendara Di Belakang Mobil Polisi

Saya berpikiran buruk, mobil polisi itu sengaja berjalan pelan. Seolah memberi saya jalan untuk menyalip. Tetapi begitu menyalip, saya akan melanggar marka garis lurus. Lalu mereka punya alasan untuk menilang saya.

Hari masih cukup pagi ketika saya sampai di kawasan hutan Baluran, Banyuwangi. Hari itu kami sekeluarga sedang dalam perjalanan berlibur ke Bali. Sengaja kami berangkat sebelum subuh agar bisa sampai di Denpasar siang tengah hari. Buat saya, menyetir pagi hari, ketika tubuh dan pikiran masih segar, lebih mengasyikkan ketimbang malam hari.

Sejak berangkat saya sudah memacu mobil kencang-kencang. Kami berhenti sejenak untuk subuhan di masjid luar kota Pasuruan. Matahari tampak terang ketika kami meninggalkan Probolinggo. Memasuki area Pasir Putih, kami berpikir untuk sarapan. Tetapi rupanya perut kami masih bisa diajak kompromi. Kami pun terus melaju.

Jalan raya hutan Baluran penuh dengan tanjakan, turunan, dan tikungan kanan kiri tajam. Selalu menantang setiap pengemudi. Sejak awal saya punya rencana untuk ngebut di hutan Baluran. Saya tahu istri pasti akan ngomel. Tapi semakin dia ngomel, saya semakin ngebut.

Saya siap-siap menekan gas, tapi seketika saya urungkan. Entah kapan datangnya, tiba-tiba tepat di depan saya ada mobil patroli polisi dengan lampu rotator biru berkedip-kedip. Terlihat ada dua orang polisi di dalam mobil. Mereka jalan dengan kecepatan pelan saja. Semestinya saya bisa menyalip, tetapi di samping kanan ada marka jalan garis lurus pertanda tak boleh dilanggar. Saya menurunkan kecepatan.

Menurut perasaan saya, mobil patroli itu berjalan terlalu pelan. Ini membuat saya sedikit jengkel. Saya berpikiran buruk, jangan-jangan mereka sengaja berjalan pelan, seolah memberi jalan agar saya tergoda untuk menyalip, lalu melanggar garis lurus, dan mereka punya alasan untuk menilang saya. Tapi kali ini saya tak akan melanggar marka jalan.

Kemudian, jalanan mulai lurus dan di kejauhan terlihat garis putus-putus. Saya bersiap untuk menyalip. Saya menyalakan lampu sein, menekan gas agak dalam. Belum sempat saya menyalip, mobil patroli polisi itu juga menambah kecepatan. Dan dari arah yang berlawanan ada kendaraan lain melintas. Saya kembali ke jalur saya. Ketika kendaraan itu lewat, saya bersiap menyalip, tetapi garis marka jalan kembali lurus. Mobil patroli polisi itu kembali berjalan pelan-pelan. Saya pun tetap berada di belakang mobil patroli polisi. Hati saya mulai kesal.

“Polisi-polisi itu sedang mengajari kamu cara menyetir dengan sabar,” kata istri saya lembut. Saya diam saja. Hilang sudah keinginan saya untuk ngebut meliuk-liuk di hutan Baluran. Saya mengendurkan badan, membuka kaca mobil, melihat pemandangan di kanan-kiri, menyetir dengan santai. Istri saya tersenyum lega sambil terus menyodorkan camilan untuk meredam kekesalan saya.

29 April 2016