Bolehkah saat di kafe, saya minta barista untuk membuatkan cappucino dari kopi sachetan merek tertentu? Jika boleh, saya pasti korban cuci otak iklan kopi sachetan.
Wajahnya ganteng. Itu tak diragukan. Dengan cambang tipis dan kumis rapi, dia terlihat macho. Rambutnya disisir klimis. Senyumnya membius. Kalau cewek-cewek tak berkedip menatapnya, jangan salahkan siapa-siapa. Dia adalah salah satu bintang film top saat ini. Dia, Chicco Jerikho, pemeran tokoh Ben, seorang barista, di film “Filosofi Kopi”.
Hari itu Chicco mengenakan apron seragam kebesaran seorang barista. Dia tidak sedang berakting di lanjutan film “Filosofi Kopi”. Di dunia nyata ia memang seorang barista sungguhan. Dia pernah kerja magang di kedai-kedai kopi kesohor. Belajar meracik kopi. Menyajikan pada pelanggan. Juga, mendengar kritikan dari para penikmat kopi. Bukan cuma itu, ia juga membuka kedai kopi sendiri. Namanya: Filosofi Kopi. Bolehlah kita bilang Chicco adalah seorang barista profesional.
Hari itu Chicco berbicara tentang kopi enak; khususnya kopi susu. Katanya, kopi susu yang enak harus dibuat dari biji kopi pilihan yang diolah hingga menghasilkan kopi mantap. Sedangkan susunya, harus full cream supaya terasa gurih lezat. Kopi mantap dipadu dengan krim susu gurih adalah racikan sempurna untuk secangkir kopi susu. Begitu kata Chicco penuh percaya diri.
Hari itu Chicco bukan hanya bicara. Dia juga melakukan demo membuat kopi susu enak. Caranya? Semula saya pikir, sebagai barista profesional Chicco akan menggiling kopi, menakar dan menyeduhnya di mesin kopi. Lalu menuang susu yang dipanaskan dengan uap air. Ternyata saya keliru. Tak perlu repot-repot, Chicco mengeluarkan satu sachet kopi susu merek tertentu. Dia robek penuh percaya diri. Seduh dengan air panas. Kemudian diseruputnya penuh kenikmatan. Katanya, tanpa malu-malu, soal kopi susu dia tidak main-main.
Saya sejenak terdiam. Apakah zaman telah berubah begitu cepat, sehingga barista profesional pun mulai beralih ke kopi sachetan? Jika memang demikian, kenapa Chicco harus bersusah payah bekerja magang ke sana kemari demi gelar barista?
Untung saya segera tersadar. Rupanya, saya sedang menonton iklan kopi susu yang setiap hari diputar di tv. Dan Chicco Jerikho berperan sebagai barista peracik kopi susu.
Saya tak menyalahkan Chicco. Sekali aktor, tetap aktor. Dia dibayar untuk berakting sesuai permintaan. Tak lebih, tak kurang. Saya pun tak menyalahkan iklan. Adalah tugas iklan untuk mengubah persepi masyarakat dengan cara, salah satunya, memodifikasi bahkan mereduksi nilai-nilai. Saya hanya akan menyalahkan diri sendiri, jika suatu saat kelak di kafe saya minta barista untuk membuatkan kopi sachetan. Tapi, percayalah saya takkan melakukannya. Itu sangat merendahkan profesi barista.
16 April 2016