Kakek-Kakek Generasi Milenial

Kalau boleh, saya tidak dipanggil kakek, atau eyang, atau simbah oleh cucu saya. Bagaimana kalau saya dipanggil “Yangbro”. Kependekan dari Eyang + Brother..!

Ketika anak perempuan saya mengabarkan ia positif hamil, seisi rumah melonjak-lonjak girang. Terutama istri saya. Ia sampai menitikkan airmata. “Alhamdulillaah. Aku mau punya cucu. Aku mau jadi eyang,” kata istri saya. Eyang adalah sebutan halus di daerah kami buat orang yang sudah mempunyai cucu. “Aku mau dipanggil yangti,” lanjut istri saya. Yangti adalah kependekan dari “eyang putri” alias nenek.

Kalau istri saya dipanggil yangti, maka semestinya saya dipanggil “yangkung” kependekan dari “eyang kakung” atau “eyang laki-laki” alias kakek. Panggilan-panggilan tadi memang sudah jadi tradisi di keluarga kami. Anak-anak saya memanggil kakek dan neneknya juga dengan panggilan yangti dan yangkung.

Tetapi, mengikuti tradisi keluarga menimbulkan masalah buat dua anak perempuan saya yang lain. Sebagai bibi, mereka akan dipanggil “bulik” oleh keponakan. Mereka menolak mentah-mentah, “Kuno. Nggak modern.” Bagaimana kalau dipanggil “tante”. Bukankah mereka juga biasa memanggil “tante” kepada tante-tante mereka? “Nggak mau!,” bantah mereka. “Panggilan tante itu buat yang berumur 30 tahun ke atas. Ayah… aku belum setua itu.”

Lantas, mereka minta dipanggil apa? “Aunty…!!” kata mereka kompak. Lebih modern. Gaya. Keinggris-inggrisan. Dan, ini penting, enak ditulis di media sosial. Tapi, dalam sejarah keluarga kami, belum ada yang memakai istilah aunty. Apa kata keluarga besar nanti? Istri saya merenung sejenak. Akhirnya, ia setuju, “Tak ada salahnya memakai bahasa Inggris. Yang penting kita tetap menjaga nilai-nilai luhur keluarga besar kita.”

Satu masalah selesai. Muncul masalah yang lain. Kali ini dari saya. Kalau anak-anak boleh menggunakan istilah baru, saya juga begitu. Saya tidak mau dipanggil yangkung. “Lantas, kamu mau dipanggil apa?” tanya istri saya kesal. Saya bilang, saya mau dipanggil “yangbro” kependekan dari “eyang brother”. “Mana ada panggilan yangbro?” sergah istri saya. Memang tidak ada. Saya baru saja membuatnya. Khusus untuk cucu saya.

Kenapa yangbro? Pertama, karena “bro” adalah panggilan akrab yang sedang populer. Saya ingin jadi kakek yang akrab dengan cucu-cucu. Rasanya asyik jika kelak cucu saya berteriak, “yangbrooo..!!” lalu kita high five. Pasti seru. Seperti bercanda dengan teman sendiri.

Kedua, supaya saya tetap merasa muda. Coba bandingkan, ketika anda dipanggil “mbaaah” atau “kakeeek” oleh cucu anda. Rasanya, anda sudah tua banget. Sedangkan saya dipanggil “yangbrooo” oleh cucu saya. Tentu, panggilan saya lebih keren. Maklum, saya ini kakek-kakek yang hidup di generasi milenial. Yang selalu ingin update. Tampil beda. Tampil fit. Tak mau kalah semangat dengan yang muda-muda.

9 April 2016