7 Hal Menarik Tentang Harga Dan Perilaku Konsumen

Mengapa supermarket mencantumkan harga Rp. 499 bukannya Rp. 500? Kedua harga itu sebenarnya sama saja. Ini contoh, penentuan harga perlu mempertimbangkan aspek psikologi konsumen.

Mengapa menentukan harga jual adalah pekerjaan yang paling memusingkan para pengusaha? Karena harga bukan sekedar biaya ditambah keuntungan. Di dalam harga terdapat aspek positioning dan branding produk. Salah dalam menentukan harga dapat merusak reputasi produk yang ingin dibangun. Di dalam harga terdapat aspek psikologi pelanggan.

Berikut 7 hal menarik hubungan antara penentuan harga dan perilaku psikologis pelanggan.

1. Keajaiban angka 9

Berbagai studi melaporkan bahwa “charm price” atau harga yang berakhiran dengan angka 9 (misal: $39, $129, $5.49) bisa menaikkan penjualan sampai 24% dibandingkan dengan harga yang relatif setara (misal: $40, $130, $5.50). Siapa pun tahu bahwa harga $129 dan $130 pada dasarnya sama saja. Namun orang lebih memilih membeli harga $129. Bahkan ada suatu penelitian yang melaporkan bahwa harga $39 lebih banyak dipilih dibanding $44 dan $34 yang notabene lebih murah. Sampai sekarang belum ada penjelasan yang memadai mengenai hal ini. Tampaknya angka 9 memang mempunyai keajaiban.

2. Menghapus simbol mata uang dari harga bisa menaikkan penjualan sebuah restoran

Penelitian dilakukan oleh Cornell University’s Center for Hospitality Research pada sebuah restoran di The Culinary Institute of America di Hyde Park, New York menunjukkan bahwa daftar harga menu yang hanya ditulis dengan angka saja (misal: 10) dibandingkan yang mencantumkan simbol mata uang (misal: USD 10, $10, atau 10 Dollar) ternyata mempengaruhi pengunjung untuk membeli lebih banyak. Mengapa demikian? Menurut peneliti tersebut, simbol mata uang memperingatkan pengunjung bahwa mereka sedang membelanjakan uang. Ini bisa mendorong pengunjung bersikap hati-hati dalam berbelanja. Sebaliknya, hal itu tidak terjadi saat simbol mata uang dihapus dari daftar menu. Yang lebih menarik, fakta ini dilaporkan berlaku universal di banyak restoran di berbagai penjuru dunia. Jadi, pilih mana Rp. 5000 atau 5000?

3. Membuat harga mahal tampak murah

Menurut anda, apakah dompet seharga Rp. 5 juta adalah mahal? Sebagian orang akan menjawab ya. Namun ketika dompet tersebut dipajang berdampingan dengan tas merk Hermes seharga Rp. 100 juta, ia tampak murah. Metode ini sering disebut “anchoring” atau mempengaruhi pembeli dengan mematok harga lain sebagai perbandingan. Metode ini banyak dipakai untuk menaikkan harga suatu produk, yaitu dengan memajang produk tersebut bersebelahan dengan produk lain yang jauh lebih mahal. Misal, bagaimana menjual apel lokal dengan harga lebih mahal? Ya, pajang saja apel lokal tersebut disamping apel impor yang berharga jauh lebih mahal. Maka apel lokal akan tampak murah dan menarik pembeli.

4. Dari tiga pilihan, pilihan nomor dua paling laku

Saat ditawari produk “premium” seharga Rp. 5 dan produk “murah” seharga Rp. 4, sekitar 80% orang membeli produk “premium”. Namun ketika hadir produk ketiga “super murah” seharga Rp. 3, sekitar 80% orang membeli produk harga Rp. 4. Sisanya membeli harga Rp. 5. Tak ada yang membeli produk “super murah”. Selanjutnya ketika produk “super murah” seharga Rp. 3 ditarik dan diganti dengan produk “super premium” seharga Rp. 6, sebagian besar orang membeli produk “premium” seharga Rp. 5, sebagian kecil membeli produk “murah” Rp. 4 dan sebagian kecil lainnya membeli produk “super premium” Rp. 6. Artinya, tawarkan 3 alternatif paket harga pada pelanggan. Letakkan paket produk yang sebenarnya ingin anda jual pada pilihan ke dua.

5. Cicilan harian lebih murah dibanding cicilan bulanan

Anda bermaksud menjual jasa tv berlangganan secara bulanan? Coba tawarkan tarif Rp. 300 ribu per bulan. Di saat lain, tawarkan dengan harga Rp. 10 ribu per hari. Penelitian melaporkan sebagian besar orang lebih tertarik pada tawaran Rp. 10 per hari meski sebenarnya mereka membayar harga yang sama setiap bulannya, yaitu Rp. 300 ribu. Mengapa demikian? Tak mudah dijelaskan, namun orang lebih tertarik pada sesuatu yang tampak lebih terjangkau oleh mereka.

6. Harga Umpan untuk memancing pilihan

Ketika ditawari paket tv berlangganan dari provider (misal) IndoTV dan VisionTV, kebanyakan orang akan bingung untuk menentukan karena kedua paket tersebut sama-sama memberikan layanan yang sama. Namun ketika diberi pilihan A. IndoTV + gratis internet, B. IndoTV tanpa gratis internet dan C. VisionTV + gratis internet, kebanyakan orang akan memilih paket A, yaitu IndoTV + gratis internet. Sedikit yang memilih paket B dan C. Mengapa demikian? Karena orang sudah dapat membandingkan antara paket A dan B. Cara ini biasa disebut sebagai harga umpan untuk menuntun pelanggan memilih produk yang dituju.

7. Gengsi bisa menaikkan harga

Anda tahu berapa sesungguhnya biaya secangkir kopi? Ya, sekitar Rp. 5000. Namun mengapa Starbuck mampu menjualnya berkali-kali lipat lebih mahal dibanding di cafe lain? Jawabnya, adalah karena Starbuck bisa menaikkan gengsi pelanggannya. Ini yang disebut dengan perceived value. Tugas perusahaan melalui divisi marketingnya adalah menaikkan nilai persepsi pelanggan terhadap produk yang dijual. Semakin tinggi persepsi semakin tinggi harga yang bisa dijual. Jadi, mengapa anda bersedia membayar harga yang lebih mahal untuk sebuah nama Frappucino yang sebenarnya ia adalah cappucino campur?

Saat berhadapan dengan harga, tampaknya manusia tidak selalu bisa bersikap logis dan rasional. Itulah yang membuat proses penentuan harga jual produk atau jasa rumit dan memusingkan.